Rabu, 30 Maret 2022

PENDIDIK KOSMOPOLITAN



Kosmopolitan

Kosmopolitan sebagaimana yang tercantum di KBBI adalah berarti memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Kosmopolitan berarti memandang ke arah yang lebih luas dan terbuka, tidak terkungkung dengan sesuatu apapun yang memungkinkan untuk memberi penghalang.

 

Berpikir Kosmopolitan

            Berpikir kosmopolitan berarti berpikir luas, melihat ke segala arah dengan jangkauan yang tak terbatas. Berpikir dengan gaya ini berarti berusaha mencari sebuah makna luas tentang sesuatu yang tak terbatas dengan keterbatasan indrawi. Berusaha membuka selebar-lebarnya setiap kemungkinan yang akan terjadi sekaligus siap untuk menerimanya jika itu positif, atau malah menangkisnya jika itu bersifat negatif.

            Orang yang berpikir kosmopolitan cenderung terbuka, luwes, elastis, dan tidak menampilkan sikap rigid terhadap sesuatu. Orang yang terbiasa berpikir kosmopolitan akan selalu awet muda dalam pandangannya. Bahkan hasilnya selalu inovatif dalam setiap perkembangan perjalanannya.

            Salah satu ciri yang paling menarik tentang orang yang berpikir kosmopolitan adalah, adanya rasa bertanggung jawab yang tinggi terhadap kondisi yang dipandang dalam sekup yang luas. Meskipun sebenarnya suatu masalah yang menjadi pikirannya bukanlah benar-benar tanggung jawabnya. Bahkan dalam tingkat yang lebih tinggi orang yang berpikir kosmopolitan akan menyingkirkan dirinya dari zona nyaman untuk mengambil sebuah resiko jalan berliku dan berbatu, padahal rasa tanggung jawab itu sebenarnya bukan benar-benar tanggungan miliknya, artinya bisa di abaikan jika dia mau.

            Ini adalah pandangan tentang berpikir kosmopolitan dalam arti yang luas. Akan tetapi penulis kali ini tidak ingin berbasa-basi dengan pemahaman yang luas seperti di atas, sehingga membuat tulisan ini terasa mengambang dan kabur. Pada lanjutan di bawah akan dibahas bagaimana berpikir kosmopolitan dalam arti tertentu agar lebih mengarah kepada maksud dan tujuan penulis kali ini.

 

 

 

Pendidik Kosmopolitan

Dari uraian di atas tentu pembaca sudah pasti memahami apa yang dimaksud penulis tentang pendidik kosmopolitan. Bahkan sebenarnya para pembaca tentu  sudah bisa menebak apa sebenarnya tujuan dan maksud dari tulisan ini jika memandang dari uraian sebelumnya tentang makna kosmopolitan di sini dengan kata pendampingnya yaitu pengajar. Namun tanpa bermaksud menggurui. Izinkan penulis menguraikan kembali agar pembaca lebih fokus dalam tujuan akhir tulisan ini.

Pendidik kosmopolitan adalah pendidik yang berpikir luas, rajin mencari pemandangan pemandangan lain dalam kaitannya dengan tugas sebagai seorang pendidik. Secara profesionalitas seharusnya pendidik macam ini sudah mumpuni karena dengan karakternya yang pandai menumpuk pengetahuan dari berbagai arah tentu memudahkan ia menata diri agar menjadi orang yang memiliki profesionalitas tinggi. Tapi mari penulis mengajak untuk tidak terjebak kepada hal yang cukup mapan seperti profesionalitas. Anggap saja semua sudah masuk dalam kategori profesional dalam hal ini.

Pendidik ini pandai selalu berorientasi kepada hal yang lebih luas cakupannya. Bukan hanya pada skala yang sempit. Karena keluasan pandangannya, pendidik ini merasa bertanggung jawab memberikan setiap solusi bagi permasalahan yang ada. Hal ini memaksanya untuk berusaha keluar dari zonasi sempit yang kadang penuh kenyamanan. Berusaha keluar dan menyelesaikan apa yang menjadi keresahannya sebagai seorang insan yang bergelut di dunia pendidikan. Agar tidak mengawang-ngawang mari kita masuk dalam konteks lembaga kita yang sama sama kita cintai ini.

 

Realitas Pengajar

Jika kita lihat realitas sekarang ini sebagian besar pendidik kita hanya memikirkan hal yang bersifat harian dalam sekup ruang yang sempit. Menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang lingkup kecil misalnya skala kelas bagi seorang wali kelas, skala unit untuk kepala sekolah, atau bahkan skala lembaga untuk seorang direktur. Semua itu diambil dan dijalankan sebagai tanggung jawab berdasarkan tupoksi masing-masing.   

Menurut penulis tidak ada yang salah dalam hal ini, terkait realitas yang ada saat ini.  Namun lagi-lagi penulis hanya akan memaparkan tentang konsep pendidik kosmopolitan yang mungkin perlu sewaktu-waktu dibahas untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita.

 

 

Tanggung Jawab Pendidik Kosmopolitan

            Pendidik tipe ini merasa bahwa dia bertanggung jawab atas kemajuan pendidikan bukan hanya di skala kecil mereka namun juga kemajuan pendidikan dalam skala lebih luas. dia tentunya orang yang pandai melihat situasi terkini dan menginventarisir keresahan yang dia rasakan sebagai pendidik.

            Dia rela mengambil resiko bersusah payah memikirkan apa yang sebenarnya bisa saja dia abaikan demi kemajuan skala yang lebih luas. Sebagai contoh, wali kelas yang kosmopolitan akan menganggap bahwa anak didiknya bukan hanya di ruang kelas kecil di mana dia ditugaskan, melainkan dalam skala yang lebih luas dia berpikir bahwa dia adalah wali kelas bagi siswa sekecamatan, sekota, atau bahkan dalam skala yang lebih luas.

            Seorang kepala sekolah yang berpikir luas dia merasa bahwa dia mengemban amanah bukan sebagai kepala sekolah di unit dimana dia ditugaskan, akan tetapi dia adalah kepala sekolah bagi sekolah-sekolah di kecamatannya, kotanya, atau skala yang lebih luas dari itu. Dia berpikir apa dan bagaimana strategi yang dia lakukan agar permasalahan yang ada di dunia pendidikan dalam skala tersebut teratasi.

            Sebagai contoh yang lebih mendetail misalnya, guru bidang Matematika yang berpikir kosmopolitan akan merasa bahwa dia ditakdirkan untuk menjadi guru matematika untuk siswa sekota Bekasi bertanggung jawab memberikan solusi bagi setiap permasalahan di bidangnya. Sehingga apa yang dia pikirkan bukan hanya masalah di sekolahnya saja, akan tetapi dia mulai berpikir lebih menyeluruh, menginventarisir permasalahan, mencari solusi, menetapkan sebuah strategi, dan mengujinya. Jika berhasil, dia bisa contohkan ke sekolah-sekolah lain dalam skala yang lebih luas. Jika tidak berhasil, maka dia bisa evaluasi dan terus mencari jalan keluar. Misalnya dia berpikir tentang keresahannya kepada kebanyakan anak didik di kotanya kurang memahami secara mendalam konsep bilangan bulat negatif  (hanya contoh kasus), kemudian dia berpikir bagaimana memunculkan ide yang memudahkan pembelaharan tersebut supaya lebih mudah difahami anak anak kebanyakan.

            Begitu juga wali kelas, kepala sekolah, dan bahkan pemimpin sebuah lembaga. Jika ia berpikir kosmopolitan dia akan mulai memikirkan permasalahan yang menjadi keresahan orang banyak terhadap permasalah sebagai seorang wali kelas. Kemudian mulai membuat ide-ide terbaru agar setidaknya kehadirannya di dunia  dapat menjadi sedikit solusi tidak hanya bersifat narsistik atau selfis.

 

Perlukah Kita Menjadi Pendidik Kosmopolitan?

Ini adalah tentunya pertanyaan kita setelah membaca setengah tulisan ini. Menurut penulis hal demikian sangatlah perlu, kenapa? Karena di dalam agama kita banyak sekali hadits yang mengungkapkan keharusan kita untuk bermanfaat bagi orang lain. salah satunya adalah, hadits yang artinya “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” dapat ditarik kesimpulan dari sana, semakin luas manfaat yang diberikan menunjukan kualitas diri (sebagai manusia terbaik). Kita dilarang untuk berpikir narsistik, egois, dan selfis di dalam kehidupan kita.

Bunda Aliyah Munabari pendiri lemaga yang sama-sama kita cintai ini adalah pegiat dakwah yang kosmopolitan. Beliau menempatkan dirinya dalam kubangan keringat, pontang-panting memikirkan aqidah masyarakat Kampung Sawah yang ketika itu Beliau ketahui melalui media sangat memprihatikan. Beliau menyusun strategi dan memulai langkah dengan berdakwah di wilayah tersebut dalam dunia pendidikan. Beliau berpikir luas untuk memikirkan aqidah masyarakat, membangun lembaga ini yang jauh dari rumahnya.

KPI (Kualita Pendidikan Indonesia) Surabaya, adalah lembaga besar yang bergerak di dunia pendidikan. Lembaga ini awalnya berisi pendidik di sebuah lembaga yang resah akan kondisi pendidikan di region yang lebih luas. Dengan begitu bergeraklah mereka dengan semangat perubahan menjadi solusi bagi kebangkitan pendidikan bukan hanya pada ruang lingkup skala kecil akan tetapi pada skala yang luas.

Ummi Faundation Surabaya, adalah lembaga yang bergerak di dalam pengembangan pendidikan Al Quran di sekolah dan instansi. Pada awalnya mereka terdiri dari guru pengajar yang resah akan kondisi pembelajaran Al Quran di skala yang lebih luas dan berusaha mengambil resiko, untuk membangun apa yang menjadi perhatian mereka yaitu pendidikan Al Quran. Ustadz Masruri selaku Direktur Ummi Foundation Pusat Surabaya bertekad mencetak ribuan guru Al Quran yang berkualitas seIndonesia, demi kemajuan pendidikan Al Quran dan tentunya Islam. Sebuah tugas berat, yang sengaja diemban agar setidaknya beliau menjadi sedikit solusi bagi kemajuan bangsa.

Sekarang, sejenak kita bayangkan, bagaimana jika Bunda Aliyah, KPI, dan Ummi Foundation, tidak berpikir kosmopolitan, berpikir narsistik, dan selfis. Tidak perlu mengambil beban yang bisa saja mereka abaikan. Tak perlu berpeluh untuk menuju kebahagiaan dan kebanggaan pribadi. Maka tidak akan ada LPI Nur Hikmah, tidak ada KPI, dan tidak akan ada Ummi Foundation.

Selain itu khususnya kita di lembaga ini kita diberi tugas melalui visi besar lembaga, yaitu, menjadikan lembaga ini sebagai lembaga percontohan. visi ini dibuat oleh founding father bukan demi aksesoris semata, namun agar kita tidak berpikir selfis dan narsistik, tidak terlena menyanyikan lagu kemenangan, berlari gembira atas selebrasi terhadap perkembangan lembaga ini, melainkan kita diberi amanah untuk turut serta menjadi solusi bagi kebaikan dalam skala yang lebih luas.

 

Laboratorium Raksasa Bernama Nur Hikmah

Mulailah untuk berpikir pada skala yang lebih luas dari sekarang. Kumpulkan apa yang menjadi keresahan orang banyak. Ciptakan banyak ide. Kemudian uji secara lokal. Jika baik share atau bagikan, jika kurang pas, lakukan evaluasi.

Jadikan lembaga tempat kita bertugas saat ini sebagai laboratorium yang akan menguji setiap terobosan-terobosan yang lahir dari ide-ide kita. Ciptakan suasana yang nyaman untuk berpikir kreatif dan inovatif. Buka selebar-lebarnya ruang dialektika kependidikan. Rangsang minat dan bakat masing-masing. Gaungkan bahwa kita sebagai pendidik di lembaga ini memiliki genetika, garis keturunan ideologi pendiri yang berorientasi pada dakwah dan perubahan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa ta’ala.

Semangat !

 

 

 

Minggu, 19 April 2020

VIRAL STATE

VIRAL STATE
Kekuatan dan pengaruh viral bagi negara


Seorang ibu menangis terisak-isak, berteriak sambil melipat barang dagangannya ketika berhadapan dengan anggota Pol PP yang hendak menutup tokonya. "kalau di luar saya mati korona, kalau di dalam rumah kami juga mati kelaparan pak!" begitu kira kira salah satu penggalan perkataan ibu tersebut. Tanpa disadari momen yang dianggap menarik itu divideokan oleh orang dan di share ke media sosial. Dalam beberapa hari video tersebut viral ditonton banyak orang. 

Fenomena viral adalah venomena yang muncul belakangan, berbarengan dengan melesatnya peran media sosial dalam masyarakat. Viral adalah dampak dari globaliasasi kemajuan teknologi informasi yang tak terbendung. Hampir setiap individu dari berbagai kalangan dapat menikmati kemajuan teknologi ini. 

Sebenarnya viral dapat menjadi buah dari kemajuan teknologi atau malah dampak negatifnya. Jika sesuatu yang viral tersebut adalah sebuah kebaikan yang kemudian berdampak baik bagi diri orang yang viral, maupun menjadi sebuah inspirasi bagi orang lain yang melihat.  Bisa dipastikan hal tersebut adalah viral yang bersifat positif. Namun jika yang viral adalah sebuah perbuatan yang buruk, dan menjadikan sebuah aib bagi orang yang viral, serta menimbulkan keresahan dan kesedihan bagi yang melihat maka hal tersebut adalah dampak negatifnya. 

Bahasan kali ini, yang menjadi keresahan penulis bukan kisah viral yang berdampak positif atau negatif bagi individu, melainkan viral yang melibatkan negara yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah maupun pusat. Atau sebut saja sebuah fenomena negara merespon hal yang menjadi viral di masyarakat. 

Kalau kita kembali ke kisah di atas, seorang ibu yang bernama Yernis, warga Cisoka, Tangerang, Banten yang videonya viral karena perkataannya ketika berhadapan dengan Pol PP. Respon pemerintah daerah dalam hal ini camat yang langsung turun untuk memberi bantuan langsung kepada Ibu Yernis. Terlihat cepat dan tanggap. Hal tersebut disampaikan ketika Ibu Yernis menghadiri acara di salah satu Stasiun Televisi Selasa, 14 April 2020.

Kisah viral berikutnya adalah Bapak Habid 70 tahun, warga Kampung Nagrog, Desa Padasuka, Kecamatan Sukarame, Tasikmalaya, yang viral karena kakek tua yang tinggal di gubuk ini tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah. Akhirnya langsung ditanggapi Kepala Dinas Sosial Kab. Tasikmalaya yang baru mengetahui bahwa ada warga (Habid) yang belum tersentuh bantuan. Atau Rusmin, 70 tahun, seorang kakek buta yang viral karena dituduh sebagai perampok bermodus. Langsung direspon oleh Pemerintah Kab. Bogor melalui Camat Babakan Madang dan Kapolsek yang mendatangi kediamannya untuk memberikan bantuan. 

Kisah viral lain yang tak kalah menarik adalah, Nurul Mukminin, 47 tahun, seorang supir Semarang yang viral karena membawa anaknya yang masih Bayi 3.5 bulan, berkeliling menarik angkutan umum. Setelah viral sekitar bulan Februari 2020, Ia banyak dibantu oleh orang yang merasa simpati. Tak tanggung-tanggung hingga Baim Wong seorang Selebritis dan Youtuber terkenal datang membantu. Setelah viral, Pemerintah daerah terutama Kelurahan Wonosari turut membantu dengan menjaga anaknya yang bernama Bilqis tersebut selama pak Mukminin bekerja. Atau kisah Rayyan Dziki Nugraha, 10 tahun, seorang anak kecil yang viral karena merawat ibunya yang sedang sakit. Seorang anak dari Kab. Magelang tersebut akhirnya banyak dibantu setelah beritanya tersebar hingga pelosok Indonesia. Bantuanpun datang dari Sekolah, hingga Pemerintah Daerah. 

Apa yang Penulis uraikan terlihat sesuatu hal yang wajar dan normal saja. Atau bahkan sesuatu hal yang positif karena bisa saling bahu membahu membantu orang yang sedang kesusahan. Namun sebelum berfikir terlalu jauh, mari kita ajukan sebuah pertanyaan yang apabila ini dijawab pasti akan membuka semuanya. Pertanyaannya yaitu, apakah jika semua orang tersebut yang penulis sebutkan, akan tetap dibantu meskipun tidak viral?. Pertanyaan ini lah yang sulit terjawab, karena diajukan setelah kejadian. Akan tetapi bisa terjawab jika kita melihat beberapa kasus serupa yang tidak viral. Apakah mereka terbantu? 

Jika kita melihat dalam perspektif itu, maka akan sangat miris kita melihat pergerakan Negara kita yang dalam hal ini Pemerintah. Dimana mereka sangat sigap dan cepat merespon sebuah masalah yang telah viral dan menyebar luas. Sekarang bandingkan dengan orang yang bernasib serupa namun tidak beruntung karena tidak viral. Apakah sama? Jika sama, maka kredit poin untuk sebuah Pemerintahan. Jika tidak sama responnya, maka sesungguhnya Pemerintahan itu tidak berjalan dengan baik. 

Pemerintahan yang baik, dalam kasus ini, adalah pemerintah yang bekerja secara komprehensip, menyelesaikan setiap masalah yang menimpa warganya, dengan sebuah daya upaya dan kekuatan yang mereka miliki, dan berjalan berdampak kepada penerima, dengan atau tanpa ditonton oleh orang banyak. Mereka menyiapkan konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada rakyatnya dengan jelas. Misalnya dengan kebijakan atau aturan. Bukan karena paksaan keviralan semata. 

Negara dalam hal ini tidak boleh genit karena kerlingan ribuan pasang mata. Tidak juga boleh lemah karena cibiran ribuan mulut.  Karena negara adalah Institusi mahal, berprinsip, dan powerfull untuk melindungi rakyatnya.

Dampak buruk bagi fenomena ini adalah, adanya sebuah ketidakpercayaan rakyat atau warga terhadap Pemerintahnya. Kedua, adanya kecemburuan sosial di tingkat paling bawah, bagi mereka yang menerima bantuan karena viral, dan yang tidak menerima karena tidak viral. Ketiga, adanya kebiasaan ingin membuat keviralan dikalangan masyarakat, karena mereka berfikir dengan begitulah mereka akan didengar. Dan jika hal tersebut dilakukan terus, akan membuat sebuah kebiasaan yang tidak sehat dikalangan masyarakat bawah. #hk11


Minggu, 12 April 2020

PENYAKIT, TAKDIR, DAN TAWAKAL

PENYAKIT, TAKDIR, DAN TAWAKAL
Oleh : Hendri Kurniawan

Penyakit, takdir dan tawakal nampaknya tidak memiliki relasi yang kuat untuk dijadikan bahan tulisan. Terlebih karena ketiganya masuk ke dalam Bab pembahasan yang berbeda. Namun ternyata ketiga kata itu memiliki kaitan yang cukup erat, bukan karena Islam sendiri yang mengeratkannya, akan tetapi keeratan ketiga kata itu berdasarkan sebuah realitas yang terjadi dari zaman Rasulullah, zaman sahabat, hingga saat ini. Berdasarkan realitas itulah, Islam sebagai sebuah solusi menjawab dan mengklarifikasi hubungan ketiga kata itu.

Sejenak kita tinggalkan ketiga kata tersebut. Kemudian mari kita buka mata untuk sebuah realitas saat ini. Penulis akan menyajikan sebuah realitas berdasarkan apa yang Penulis baca dan lihat saja, kemudian akan kita kaitkan dengan pembahasan kali ini.

Baru-baru ini, di media sosial ada sebuah pernyataan yang viral menyikapi fatwa sholat jumat ketika wabah dari MUI. Pernyataannya kurang lebih begini “jangan takut terhadap virus korona, takutlah kepada Allah”. Pernyataan yang lain yang tak kalah menyebar “lebih baik mati ketika sholat jumat dari pada harus tidak sholat jumat”. Pernyataan lainnya “semua berdasarkan takdir, jika takdirnya kita sakit maka tidak ada yang bisa menahannya”. Semua pernyataan tersebut, jika dilihat secara sederhana maka tidak akan bermasalah. Namun jika diteliti maka akan menemukan kekurangan bahkan kesalahan fatalnya.

Selain itu ada pula berita baru baru ini yang tak kalah membuat kita kaget, sekumpulan jamaah memaksa membuka pagar masjid untuk melaksanakan shalat jumat setelah ditutup sementara oleh pihak DKM. Senanda dengan itu, ada seorang pemuka agama berusaha meyakinkan jamaahnya dengan membandingkan shalat ketika perang dengan shalat jumat ketika wabah terjadi, "perang saja yang resikonya hidup mati, masih diwajibkan shalat, apalagi cuma korona" demikian kira-kira penggalan komentarnya. Menurut singkat Penulis membandingkan perang dengan wabah tentu bukan qiyas yang tepat. 

Penulis kali ini, tidak akan membahas tentang pernyataan-pernyataan tersebut, tapi Penulis berupaya menyimpulkan dan berupaya mencari akar masalah kenapa bisa terlontar pernyataan-pernyataan tersebut, kemudian berupaya mengurai agar mendapatkan jalan pencerahan. Menurut Penulis, semua pernyataan tersebut terlontarkan berakar pada kesalahan pemahaman terhadap ketiga kata yang Penulis sampaikan di awal tulisan ini. 

Kesalahan memaknai Penyakit, takdir dan tawakal tidaklah mengherankan Penulis. Karena kesalahan memaknai ketiga hal ini tidak hanya dialami pada zaman sekarang saja. Pada zaman Rasulullah pun ternyata demikian. Dan Rasulullah menjelaskan kepada para sahabat tentang perkara ketiga hal tersebut dengan cerdas.

Penulis jadi teringat ada seorang dai yang mengatakan bahwa, sebenarnya tipe umat di zaman Rasulullah dan zaman sekarang tidak jauh berbeda. Ada yang taat, ada yang tidak taat, ada yang rasional ada yang tidak, ada yang sangat taat bahkan sampai berlebihan dalam beragama. Namun bagaimanapun kondisinya, jika mereka beriman kepada Allah dan RasulNya, maka ketika Rasulullah beritahu, mereka akan selalu patuh.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi mungkin menggambarkan kondisi pemikiran seorang sahabat yang misunderstanding terhadap takdir dan penyakit. Haditsnya diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, Al Hakim dan dikutip juga oleh Ibnul Qayyim Al Jauzy di dalam kitab tibbunnabawi. Seorang Sahabat bertanya : “wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ruqyah yang dibacakan, dan obat yang digunakan untuk pengobatan, serta pantangan-pantangan yang kami hindari, apakah ini semua menolak takdir Allah?, Rasulullah menjawab :”itu semua termasuk takdir Allah”. Pada hadits ini tergambar kesalahpahaman sahabat terhadap sebuah penyakit dan pencegahannya serta makna takdir itu sendiri. Dan Rasulullah sebagai sumber Ilmu menjelaskan dengan sangat singkat dan cerdas.

Kesalahpahaman tersebut juga dialami oleh seorang sahabat yang bertanya kepada Khalifah Umar bin Khattab. Ketika itu Khalifah Umar yang memiliki kecerdasan dan intelektualisme tinggi, pernah berencana untuk berkunjung ke daerah Suriah. Tiba-tiba terbetik berita bahwa di daerah tersebut sedang terjadi wabah penyakit menular. Lalu seketika Khalifah Umar membatalkan kunjungannya itu. Para Sahabat banyak yang protes atas sikap Umar ini. sehingga mereka berkata “apakah Tuan hendak lari dari takdir Allah?”. Lalu Umar pun menjawab dengan sebuah kata yang terkenal dan menjadi rujukan dalam BAB takdir “aku lari dari takdir Allah, kepada takdir Allah yang lain”. Sangat menarik melihat jawaban Khalifah Umar ini. Khalifah yang dikenal memiliki intelektualisme tinggi ini menetapkan silabus baru tentang takdir, yang sebelumnya belum terjelaskan. 

Penyakit dalam Islam merupakan hal yang strategis untuk di bahas dengan Islam, banyak hadits nabi yang berbicara tentang penyakit dan pengobatannya. Mengapa Islam sangat peduli dengan penyakit (kesehatan), karena kesehatan adalah organ penting dalam kehidupan, dan Islam selalu memperhatikan setiap bagian kehidupan dari yang terpenting (primer) hingga yang tambahan (sekunder) sebagai jalan keselamatan terbaik bagi umatnya. Takdir artinya ketetapan Allah yang merupakan materi dasar agama Islam (Ushuluddin) yang tak habis di bahas dari zaman ke zaman. Semua Imam besar dari zaman ke zaman tak terlewatkan untuk membahas perihal ini. sehingga menciptakan bahasan tebal dan berjilid, menjadi rujukan yang nikmat bagi generasi belakangan. Tawakal, secara umum berarti berserah diri kepada Allah atas segala usaha. Tawakal merupakan bahasan akhlak yang menjadi patokan dasar bagi umat Islam, untuk bertingkah dan berlaku. Penulis tidak akan membahas secara mendetail ketiga hal ini. Namun akan sedikit memberi sedikit penghubung sekaligus klarifikasi atas kesalahpahaman baru-baru ini. Bukan untuk menggurui namun untuk memberikan sedikit wacana.

Antara ketiga kata ini (penyakit, takdir, dan tawakal) sebenarnya sudah terlihat sebuah hubungan yang jelas berdasarkan penjelasan Rasulullah, sahabat,  dan penjelasan para Imam. Mereka yang salah paham biasanya berpendapat bahwa penyakit adalah takdir (ketetapan) dari Allah dan oleh karena ia takdir, kita harus tawakal (berserah) kepada Allah dan tidak menolaknya dengan memberi pengobatan. Imam Ibnul Qayyim Al Jauzy dalam kitabnya tibbunnabawi sangat cerdas menjawab hal ini dengan menghadirkan banyak dalil Al Qur’an dan hadits yang secara jelas dan qoth’iy menjawab permasahan ini. Salah satunya adalah hadits Nabi yang Penulis cantumkan di atas. Hadits lain misalnya yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi, salah seorang mendatangi Nabi Muhammad kemudian berkata “wahai Rasulullah apakah kita berobat?”, Rasul menjawab “ya, wahai hamba Allah, berobatlah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali dengan kesembuhan…” Al Hadits.

Dengan hadits di atas menjadi jelas bahwa kita diperintahkan untuk berusaha melakukan pengobatan. Menurut Ibnu Qayyim, menanggapi hadits tersebut, bahwa penyakit adalah takdir dari Allah, akan tetapi kita diperintahkan untuk mengubah takdir itu dengan takdir pengobatan. Penyakit adalah takdir dan pengobatan adalah takdir yang lain. Jadi jelaslah disini hubungan antara penyakit dan takdir Allah. Sedangkan tawakal menjadi bagian akhlak kita menyikapi penyakit dan takdir itu dengan bertawakal berserah diri setelah melaksanakan ikhtiar. Karena tidak ada tawakal sebelum ikhtiar dilakukan. Tawakal bukanlah berdiam diri sebagai proses menunggu takdir, akan tetapi sebuah penyerahan hasil usaha dan keputusan takdir setelah berusaha dan berdoa.

Setelah semua ketiga kata tersebut telah terkait, sampailah kita pada kesimpulan bahwa, penyakit wabah adalah takdir dari Allah, pengobatan dan pencegahan merupakan takdir lain yang harus kita lalui. Sehingga seharusnya tidak ada yang meremehkan sebuah wabah yang menjangkiti dunia kita saat ini. Ketika kita takut kepada Allah tentu kita harus taat kepadaNya, kepada RasulNya melalui haditsnya, dan patuh kepada anjuran ulama yang menjadi kepanjangan tangan dari risalah Nabi. Dengan demikian kita akan terhindar dari wabah penyakit ini dan senantiasa berfikir secara rasional terhadap perintah agama dan fatwa ulama. 

Minggu, 29 Maret 2020

TUGAS KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA

Perkembangan Teknologi

Teknologi pangan akan berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Teknologi pangan dapat menghasilkan makanan baru yang lebih tahan lama. Contoh makanan baru yang dihasilkan dari tumbuhan adalah nata de coco yang merupakan hasil olahan air kelapa. Contoh makanan baru yang dihasilkan dari hewan adalah keju yang merupakan hasil olahan susu sapi. 

Perkembangan teknologi produksi sandang semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan sandang yang semakin meningkat. Adanya kemajuan teknologi berpengaruh terhadap perkembangan industri tekstil. Kemajuan teknologi tersebut menghasilkan berbagai macam bahan pakaian. Mulai dari bahan alami maupun bahan buatan. Bahan dasar di proses di pabrik pemintalan. Pabrik pemintalan memintal bahan dasar menjadi benang. Pemintalan dilakukan dengan mesi-mesin modern. Benang kemudian di proses menjadi kain. Kain yang siap untuk dijahit diproses menjadi berbagai macam pakaian. 

Perkembangan teknologi komunikasi mendorong berkembangnya alat komunikasi. Dahulu alat komunikasi masih sebatas telepon rumah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukan telepon genggam atau handphone, sehingga lebih memudahkan komunikasi. Hampir semua orang sudah memilikinya, baik anak-anak maupun orang dewasa. 

Transpotasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Transportasi memudahakan manusia untuk berpindah tempat dengan cepat dan aman. Selain itu, perkembangan teknologi transpotasi membuat perpindahan manusia ke sebuah tempat menjadi lebih hemat tenaga. 
CONTOH TABEL KEBERAGAMAN DALAM KELUARGA

Tugas Keterampilan 1 PKn Tema 3g
Jenjang kelas 3



Catatan : 
1. Dikerjakan di kertas bebas, bisa polio, bisa hvs, kertas buku, atau yang lain. 
2. Tulisan tangan rapi dan bersih
3. Mencantumkan seluruh anggota keluarga inti
4. Setelah di kerjakan, difoto dengan jelas,  kirim ke wali kelas masing-masing 

Kamis, 26 Maret 2020

PUISI KATA SANG PENDOSA

KATA SANG PENDOSA

Berat mata tertutup selimut tebal erat
Lembut alas merayu menggoda sangat
Memeluk merajuk manja bak kekasih hangat
Tak mampu buka mata tertutup pekat

Seruan Tuhan bisa mungkin sekedar kalimat
Basmalah terucap lepas simpul iblis laknat
Merayap lemah bak tertimpa batu berat
Duduk pinggir ranjang lunglai bagai tak sehat

Keluar kandang rapi wangi aku si hebat
Manis mengalir untaian huruf cermat
Tak bernyali bilang berani seolah kuat
Laku indah macam tuhan  tak melihat

Aku si hebat...
Aku si cermat...
Aku si kuat...
Aku hanya aku..
Mengaku aku...


#HK1985

Kamis, 25 Februari 2016

KITAB-KITAB KARANGAN ULAMA INDONESIA YANG TERKENAL




  1. Tarjuman Al-Mustafid
     Nama lengkap pengarang tafsir Tarjuman Al-Mustafid adalah Syaikh Abdurrauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili. Di dalam tafsir Tarjuman Al-Mustafid ini, penulis menggunakan metode tahlili. Hal ini bias dibuktikan dengan adanya ragam pendekatan dalam menafsirkan ayat Al-Quran, seperti qira’ah, penjelasan suku kata, latar belakang turunnya ayat, nasikh-mansukh, dan munasabatul ayat. Tafsir ini pertama kali dicetak di Kota Istanbul Turki pada tahun 1615-1693 M. Tafsir ini diduga kuat sebagai tafsir pertama karya ulama nusantara yang menafsirkan Al-Quran 30 juz secara lengkap. Salah satu ciri khasnya yang lain dari kitab ini adalah pendekatan pada nilai-nilai tasawuf.
  1. Marah Labid li Kasyfi Ma’na Quran Majid
     Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Itulah nama lengkap pengarang kitab tafsir ini, atau lebih dikenal Syaikh Nawawi Banten. Kitab yang terbit pada 1818-1897 ini juga dikenal dengan nama Al-Munir li Ma’alimit Tanzil. Kedua nama ini memang tampak di sampul kitab tafsir ini. Nama tafsir Al-Munir diperkirakan diberikan oleh pihak penerbit. Sedangkan nama Marah Labid berasal dari Syaikh Nawawi langsung.
     Tafsir Marah Labid dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali (global). Dikatakan ijmali karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syaikh Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat,  sehingga mudah dipahami. Sistematikan penulisannya pun menuruti susunan ayat-ayat dalam mushaf. Tafsir Marah Labid terlihat sangat detail dalam menafsirkan setiap kata-perkata pada setiap ayat.
  1. Tamsyiyatul Muslimin
     Kitab tafsir karya KH. Ahmad Sanusi ini memiliki nama lengkap Tamsyiyatul Muslimin fi Tafsiri Kalami Rabbil ‘Alamin. Tafsir ini terbit secara berkala, yakni satu bulan sekali, pada 1 Oktober 1934 dan dicetak di percetakan Al-Ijtihad Sukabumi. Cetakan ini kemudian beredar di Jakarta, Bengkulu, Bandung, dan Singapura.
     Tafsir ini telah dicetak ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih dipakai oleh majlis-majlis ta’lim di wilayah Jawa Barat. Karya lainnya adalah serial Tamsyiyatul Muslimin dalam bahasa Melayu. Setiap ayat-ayat Al-Quran ditulis dengan huruf Arab sekaligus ditulis (transleterasi) dalam huruf latin.
  1. Al-Quranul ‘Adzim
     Tafsir Al-Quranul ‘Adzim berbeda dengan tafsir pada umunya. Kitab tafsir ini lebih dikenal dengan nama Tafsir Tiga Serangkai karena H. Abdul Halim Hasan menyusunnya bersama dua ulama lain, H. Zainal Arifin Abbas dan Abdurrahim Haitami. Kitab tafsir ini disusun dan diterbitkan pada tahun 1937.
  1. Al-Ibriz
     Dari sekian kitab hasil karya KH. Bisri Mustofa, yang paling terkenal adalah kitab tafsirnya yang bernama Al-Ibriz. Tafsir Al-Ibriz ini bersumber dari ijtihad Kyai Bisri yang menggunakan Bahasa Jawa dan ditulis dengan huruf Arab pego (pegon). Alasan ayah KH. A. Musthofa Bisri ini menulisnya menggunakan pegon adalah supaya kaum muslimin yang berada di Jawa dan waktu itu belum banyak yang bias membaca huruf latin dapat memahami makna Al-Quran dengan mudah dan dapat memberi manfaat di dunia ataupu akhirat.
     Penulisan kitab Al-Ibriz ini membutuhkan waktu enam tahun mulai 1954 sampai 1960. Corak kombinasi antara fikih dan tasawuf pun bias terlihat di kitab itu. Kitab yang mencakup tafsiran Al-Quran secara keseluruhan, tafsir ini dibagi menjadi tiga jilid.
  1. Al-Mahmudy
     Tafsir Al-mahmudy ditulis oleh KH. Ahmad Hamid Wijaya pada tahun 1989. Tafsir Al-Mahmudy diterbitkan oleh PBNU pada saat Muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta. Penerbitan itu lengkap beserta dengan kata pengantar dari PBNU dan juga dari beberapa pengurus PBNU yang menjabat pada periode tersebut. Sebab, penulis tafsir Al-Mahmudy adalah Katib Am PBNU yang menjabat selama dua periode.
  1. Al-Misbah
     Nama Prof. Dr. KH. M. Quraish Shihab dengan pada penghujung abad ke-20 sebagai cendekiawan muslim Indonesia. Salah satu karya terbaiknya adalah Tafsir Al-Mishbah. Dalam kitab ini Prof. Quraish lebih menggunakan pendekatan eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Ini merupakan metode penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan oleh ulama-ulama tafsir.
     Tafsir Al-Mishbah yang terdiri dari lima belas jilid ini sangat berpengaruh di Indonesia. Bukan hanya menggunakan corak baru dalam penafsiran, tafsir ini juga menggunakan metode penulisan dengan mengombinasikan antara metode tahlili dengan metode maudli’i. Sebelum menafsirkan dengan metode tahlili terlebih dahulu ia menafsirkan dengan menggunakan metode maudlu’i.
  1. Al-Iklil
     Kitab ini dikarang oleh Ulama dari Bangilan, Tuban. Beliau merupakan adik kandung KH. Bisri Mustofa, Rembang. Metode penulisan Tafsir Al-Iklil terdiri dari tiga bentuk sistematika penulisan. Diantaranya adalah penulisan ayat Al-Quran dengan terjemahan Bahasa Jawa menggunakan aksen pegon, menerangkan secara detail makna yang diakandung dalam ayat Al-Quran dan mengulang penjelasan makna yang penting.
     Metodologi penafsiran terperinci, lugas dan tidak bertele-tele sehingga sangat tepat dikonsumsi untuk kalangan awam pada umunya dan kalangan pesantren pada khususnya. Melihat cara penafsiran yang digunakan dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al-Iklil menggunakan metode tahlili.
  1. Al-Munir
     Penulis kitab ini adalah KH. Daud Islam Soppeng. Karena itlah, kitab yang ditulis dalam bahsa Bugis ini juga dikenal dengan sebutan Tafsir Daud Ismail. Tafsir ini memiliki komposisi yang sederhana. Hal ini bias kita lihat dengan dimulainya suatu pembahasan dengan mengelompokkan ayat-ayat yang ingin diterjemahkan dan ditafsirkan. Satu kelompok biasanya terdiri antara 3-10 ayat atau lebih dan kadang-kadang diberi judul pada setiap kelompok ayat. Penerjemahan ayat-ayat dalam tafsir Daud Ismail ini mengacu pada terjemahan Departemen Agama yang sudah ada sebelumnya
10.   Tafsir Al-Azhar karangan BUYA HAMKA